Proyek pembangunan Bandara Kulonprogo bakal menghadapi jalan terjal. Pasalnya, para warga yang berada di area proyek pembangunan secara terang-terangan menolak pembangunan bandara yang digagas oleh PT Angkasa Pura I tersebut.
Senin (18/4) kemarin, sejumlah warga pesisir pantai Kulonprogo melakukan orasi di halaman Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta. Melalui PTUN, mereka mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) No. 07/G/2015/PTUN.Yk/456K/TUN/2015. Putusan ini menetapkan bahwa Surat Gubernur DIY No. 68/Kep/2015 tentang Penetapan Izin Lokasi Pembangunan (IPL) Bandara baru di DIY sah.
“Semoga Sultan berkenan dukung pembatalan IPL bandara karena bandara ini tidak aspiratif dan tidak mendukung kehidupan kami,” kata Ketua Paguyuban Wahana Tri Tunggal, Martono. “Karena, latar belakang warga Temon adalah petani dan peternak, bukan pariwisata.”
Di samping itu, kendala lain adalah pemerintah tidak bisa memberikan relokasi gratis seandainya warga pasrah terhadap pembangunan bandara tersebut. Sebab, peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum tidak memungkinkan untuk memberikan relokasi gratis.
“Lahan relokasi gratis itu semestinya bisa disediakan pihak pemangku kepentingan, dalam hal ini PT Angkasa Pura I,” jelas Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Totok Bambang Sapto Dwijo. “Namun, PT Angkasa Pura I tak berkenan memberikan hal itu karena bisa masuk dalam kategori korupsi apabila masyarakat tiba-tiba tak bersedia menempati lahan yang disiapkan.”
Menurut rencana, proyek pembangunan bandara di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo ini akan dimulai pada Mei mendatang. Bandara ini ditargetkan sudah bisa beroperasi pada sekitar tahun 2019-2020.