JAKARTA – Rupiah mencoba untuk bangkit pada perdagangan Senin (23/11) pagi. Berdasarkan laporan Bloomberg Index, mata uang Garuda menguat super tipis 1 poin atau 0,01% ke level Rp14.164 per dolar AS pada pukul 09.01 WIB. Sebelumnya, mata uang Garuda harus ditutup terdepresiasi 10 poin atau 0,07% di posisi Rp14.165 per dolar AS pada Jumat (20/11) kemarin.
“Secara internal, pelemahan rupiah akibat respons negatif pasar atas keputusan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 3,75%,” tutur Direktur TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, dilansir dari Bisnis. “Keputusan bank menurunkan suku bunga di luar dugaan pasar karena para analis memperkirakan mereka masih akan mempertahankan suku bunga acuan bulan ini dan baru akan memangkas 7DRRR pada Desember mendatang.”
Selain itu, sentimen negatif ditambah kekecewaan pasar atas kabar mengenai kemungkinan proses vaksinasi massal di Indonesia mundur dari jadwal yang sebelumnya disebut pemerintah karena vaksin masih belum tersedia hingga saat ini. Ibrahim pun menilai wajar jika mata uang Garuda melemah pada transaksi penutupan akhir pekan walau ada kabar Neraca Pembayaran Indonesia surplus 2,1 miliar dolar AS pada kuartal III 2020.
Untuk perdagangan pekan ini, Presiden Direktur HFX International, Sutopo Widodo, memprediksi, kemungkinan nilai tukar rupiah masih akan melemah terbatas. Itu karena bursa global ditutup merah atau turun dan berpotensi menyebabkan dolar AS sedikit kembali menguat. Menurutnya, pergerakan mata uang domestik akan dipengaruhi sentimen global, khususnya meningkatnya lonjakan kasus COVID-19 di AS dan Eropa.
Analisis serupa disampaikan CNBC Indonesia yang memperkirakan rupiah kembali mengalami depresiasi pada awal pekan. Pasalnya, tanda-tanda pelemahan mata uang Garuda sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF). NDF sendiri adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula, yang tidak jarang memengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot.