JAKARTA – Rupiah mampu melanjutkan tren positif pada perdagangan Selasa (9/2) pagi. Berdasarkan laporan Bloomberg Index pada pukul 09.19 WIB, mata uang Garuda naik tipis 5 poin atau 0,04% ke level Rp13.997.5 per dolar AS. Sebelumnya, spot berakhir menguat 27 poin atau 0,20% di posisi Rp14.002 per dolar AS pada Senin (8/2) kemarin.
“Salah satu faktor yang membuat rupiah menguat adalah rilis data ketenagakerjaan AS Jumat (5/2) lalu yang meleset dari ekspektasi pasar. Nonfarm payrolls AS hanya tumbuh 49 ribu, lebih rendah dari prediksi yang sebesar 85 ribu,” tutur Analis Global Kapital Investama, Alwi Assegaf, dikutip dari Kontan. “Dengan lemahnya data tersebut, akan semakin mendukung pandangan mengenai pentingnya stimulus 1,9 triliun dolar AS.”
Karena itu, Alwi melanjutkan, pada perdagangan hari ini, pasar akan menantikan perkembangan soal stimulus tersebut. Menurutnya, jika ada berita baik seputar stimulus, rupiah akan diuntungkan sentimen tersebut. Apalagi, dari dalam negeri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat ini sudah memberi izin bagi penyuntikan vaksin bagi lansia.
“Sementara, faktor yang seharusnya menjadi pemberat bagi rupiah, seperti perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), tampaknya sudah diantisipasi pasar,” tambah Alwi. “Rupiah kemungkinan bisa melanjutkan penguatan dan bergerak di kisaran Rp13.990 hingga Rp14.050 per dolar AS.”
Sedikit berlawanan, Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Ahmad Mikail, menilai hari ini kemungkinan akan terjadi penguatan indeks dolar AS. Pemicu penguatan greenback disebut datang dari yield US Treasury yang berpotensi mengalami kenaikan. Sementara dari dalam negeri, pekan ini akan ada rilis neraca perdagangan yang diperkirakan jumlah surplusnya menipis. Faktor ini bisa menekan rupiah lebih lanjut.
“Paket stimulus senilai kemungkinan besar akan diloloskan, tetapi ketika likuiditas semakin melimpah, akan ada kekhawatiran pemerintah AS justru kesulitan menyerap likuiditas tersebut,” papar Ahmad. “Karena itu, Federal Reserve besar kemungkinan akan menaikkan yield US Treasury, yang pada akhirnya bisa menekan rupiah.”