JAKARTA – Rupiah masih belum mampu bangkit dari area merah ketika membuka perdagangan Selasa (13/8) ini. Menurut catatan Bloomberg Index, mata uang Garuda mengawali transaksi dengan melemah 18 poin atau 0,13% ke level Rp14.268 per dolar AS. Sebelumnya, spot sudah berakhir terdepresiasi 56 poin atau 0,39% di posisi Rp14.250 per dolar AS pada Senin (12/8) kemarin.
Sementara itu, dari pasar global, indeks dolar AS berusaha bangkit ke teritori hijau pada perdagangan Selasa pagi. Mata uang Paman Sam terpantau menguat tipis 0,080 poin atau 0,08% ke level 97,460 pada pukul 08.09 WIB. Kemarin, greenback harus berakhir melemah 0,127 poin atau 0,13% di posisi 97,491 ketika aset safe haven lebih diincar investor.
“Sentimen prospek pelemahan pertumbuhan ekonomi global yang kembali bergulir di pasar pada perdagangan kemarin telah melukai aset berisiko, termasuk rupiah,” tutur analis PT Monex Investindo Futures, Ahmad Yudiawan, dilansir Bisnis. “Banyaknya gejolak politik, seperti Brexit, kericuhan Hong Kong, dan mosi tidak percaya pada pemerintahan di Italia juga telah menekan investor kembali menjauhi aset berisiko.”
Hampir senada, Bank Indonesia juga menuturkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akibat dampak sentimen global seperti perang perdagangan antara AS dan China. Sentimen negatif di pasar keuangan global ini membuat mayoritas mata uang emerging market terkena dampaknya. “Wajar juga terjadi pada rupiah, merupakan gambaran dominasi dampak eksternal dari pasar global,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo.
“Meski ada pergerakan nilai tukar, namun pasar keuangan masih memiliki kepercayaan cukup tinggi terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini tercermin dari aliran modal asing yang masuk mencapai Rp179,6 triliun hingga awal Agustus 2019,” tambah Dody. “Artinya, sentimen masih cukup positif, confidence itu masih cukup ada pada perekonomian kita. Hanya saja, dari sisi global, memberikan semacam peningkatan volatilitas yang mendorong beberapa gejolak sesaat pada mata uang kita.”