JAKARTA – Rupiah mampu mempertahankan posisi di area hijau pada transaksi Jumat (15/9) sore, didorong data neraca perdagangan Indonesia yang kembali mengalami surplus serta paket stimulus virus corona di AS. Menurut laporan Bloomberg Index pada pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda berakhir menguat 39 poin atau 0,28% ke level Rp14.020 per dolar AS.
Sementara itu, data yang diterbitkan Bank Indonesia pukul 10.00 WIB tadi menempatkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) berada di posisi Rp14.068 per dolar AS, menguat 51 poin atau 0,36% dari transaksi sebelumnya di level Rp14.119 per dolar AS. Di saat yang bersamaan, mata uang Garuda juga terpantau naik 0,14% menuju posisi Rp14.040 per dolar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan neraca perdagangan Indonesia bulan Desember 2020 yang menunjukkan surplus sebesar 2,1 miliar dolar AS. Sementara, sepanjang tahun 2020, neraca dagang dalam negeri tercatat surplus mencapai 21,74 miliar dolar AS. Surplus ini didorong nilai ekspor yang masih lebih besar dibandingkan impor.
Meski nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor, tetapi ekspor Indonesia pada tahun 2020 ini masih turun bila dibandingkan dengan nilai ekspor di sepanjang tahun 2019, turun sebesar 2,61% secara tahunan. Nilai impor di sepanjang tahun kemarin juga mengalami penurunan, bahkan cukup dalam, yaitu sebesar 17,34% secara tahunan, didorong penurunan impor barang konsumsi, barang baku, dan barang modal.
Dari luar negeri, sentimen positif datang saat Presiden AS terpilih, Joe Biden, mengumumkan stimulus fiskal sebesar 1,9 triliun dolar AS untuk menanggulangi dampak pandemi COVID-19. Stimulus ini sebagian besar akan digunakan untuk mempercepat peluncuran vaksin dan memberikan bantuan keuangan kepada rakyat negara bagian, pemerintah lokal, serta bisnis yang terdampak pandemi.
“Sentimen eksternal yang mendorong penguatan rupiah adalah Presiden AS, Joe Biden, yang merinci RUU stimulus bantuan pandemi, yang dapat mendorong investor melirik aset berisiko,” tutur analis Global Kapital Investama, Alwi Assegaf, dikutip dari Kontan. “Stimulus ini bisa melemahkan dolar AS. Namun, jika investor justru berpacu pada inflasi, dengan inflasi naik, maka prospek tapering juga meningkat.”