JAKARTA – Sesuai prediksi, rupiah mampu bangkit dari teritori merah pada perdagangan Kamis (11/2) sore menjelang hari libur Imlek, ketika data inflasi AS pada bulan Januari 2021 dilaporkan cuma naik tipis, sesuai dengan ekspektasi pasar. Menurut paparan Bloomberg Index pada pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda menguat 10 poin atau 0,07% ke level Rp13.972,5 per dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan data yang diterbitkan Bank Indonesia pukul 10.00 WIB, kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) berada di posisi Rp14.011 per dolar AS, terdepresiasi 22 poin atau 0,16% dari transaksi sebelumnya di level Rp13.989 per dolar AS. Di saat yang hampir bersamaan, mayoritas mata uang Asia tidak berdaya melawan greenback, dengan pelemahan terdalam sebesar 0,35% dialami yuan China.
Walaupun harus terkoreksi, menurut analisis CNBC Indonesia, prospek aspek berisiko diklaim masih cerah. Penyebabnya adalah tren kebijakan moneter ultra-longgar yang sepertinya masih akan dilakukan oleh bank sentral. Dalam pidato di Economic Club of New York, Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell, menegaskan bahwa butuh komitmen bersama untuk mewujudkan penciptaan lapangan kerja yang maksimal (maximum employment).
“Dengan begitu banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan dan mungkin masih akan sulit mendapat pekerjaan selepas pandemi, mencapai maximum employment tidak hanya membutuhkan dukungan kebijakan moneter,” ujar Powell, seperti dilansir dari Reuters. “Diperlukan komitmen nasional, dengan kontribusi dari pemerintah dan sektor swasta.”
Dari pasar global, indeks dolar AS masih belum beranjak di dekat posisi terendah dua minggu pada hari Kamis, karena inflasi AS yang lebih lemah dari perkiraan dan janji Federal Reserve lainnya untuk mempertahankan suku bunga rendah memperkuat ekspektasi pengembalian yang sedikit dari mata uang cadangan. Mata uang Paman Sam hanya menguat tipis 0,027 poin atau 0,03% ke level 90,398 pada pukul 14.59 WIB.
Data pada hari Rabu (10/2), seperti dilaporkan Departemen Tenaga Kerja AS, menunjukkan bahwa indeks harga konsumen untuk semua konsumen perkotaan naik 0,3% pada bulan Januari 2021. Meski sejalan dengan harapan pasar, tetapi analis mencatat bahwa angka tersebut mungkin rendah secara artifisial karena harga sewa, penggerak utama indeks, telah menurun.
“Dengan kata lain, kebijakan yang mudah akan bertahan di sana untuk waktu yang sangat lama, dan itu akan berdampak negatif bagi dolar AS,” kata analis mata uang Westpac, Imre Speizer. “Saya pikir itu akan menjadi sesuatu yang ada di latar belakang, hanya sebagai pengingat bahwa dolar AS tidak dapat naik sementara ada kebijakan yang mudah.”