Jakarta – Kurs rupiah dibuka menguat sebesar 20 poin ke level Rp14.185 per dolar AS di awal perdagangan pagi hari ini, Rabu (23/12). Sebelumnya, Selasa (22/12), nilai tukar mata uang Garuda berakhir terdepresiasi cukup dalam sebesar 75 poin atau 0,53 persen ke posisi Rp14.205 per USD.
Indeks dolar AS yang mengukur pergerakan the Greenback terhadap sekeranjang mata uang utama terpantau menguat. Pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu pagi WIB, indeks dolar AS dilaporkan naik 0,6 persen ke angka 90,675. Penguatan USD terjadi lantaran kekhawatiran terkait virus corona jenis baru yang mengamuk di Inggris sehingga menyebabkan penguncian dan pembatasan perjalanan yang mengurangi optimisme tentang RUU stimulus Amerika Serikat yang disahkan Kongres.
“Momentum, posisi pasar, dan kecenderungan di pasar opsi semua memperingatkan risiko koreksi positif dolar, sekalipun waktu yang tepat sulit untuk diprediksi. Pada saat yang sama, pandemi di Eropa, lockdown, dan pendekatan yang tampaknya kurang agresif terhadap vaksin, termasuk pemesanan menunjukkan kuartal pertama yang suram pada 2021,” ujar Marc Chandler, kepala strategi pasar di Bannockburn Global Forex di New York, seperti dilansir Antara.
Menurut data Selasa (22/12), penjualan rumah yang telah ada (existing home) di AS turun lebih dari perkiraan pasar pada November 2020 dan indeks kepercayaan konsumen lebih rendah dari prediksi. Laporan AS yang lemah tersebut memperkuat reli kurs dolar AS.
Dari dalam negeri, rupiah diprediksi melemah pada perdagangan Rabu (23/12). “Ketidakpastian mutasi virus masih memberatkan rupiah, apalagi dari dalam negeri reshuffle kabinet juga menimbulkan ketidakpastian,” kata Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf, seperti dikutip dari Kontan.
Selain itu, menjelang libur panjang para pelaku pasar pun cenderung enggan masuk ke pasar, terlebih di tengah kondisi ketidakpastian seperti sekarang. Kekhawatiran tersebut berakibat pada redupnya optimisme pemulihan kondisi ekonomi global usai vaksin Covid-19 ditemukan. “Aset berisiko cenderung melemah termasuk rupiah sementara dana banyak dialihkan ke safe haven seperti dolar AS,” beber Alwi.