JAKARTA – Dolar AS yang terus bergerak menguat, seiring sikap optimisme pasar seputar kenaikan suku bunga The Fed, membuat mayoritas mata uang Asia cenderung tertekan sepanjang perdagangan Senin (12/11) ini, termasuk rupiah. Menurut catatan Bloomberg Index pada pukul 15.58 WIB, mata uang Garuda berakhir melemah 142 poin atau 0,97% menuju level Rp14.820 per dolar AS.
Sementara itu, Bank Indonesia siang tadi mematok kurs tengah berada di posisi Rp14.747 per dolar AS, terdepresiasi 115 poin atau 0,78% dari perdagangan sebelumnya di level Rp14.632 per dolar AS. Di saat yang bersamaan, mayoritas mata uang Asia tidak berdaya melawan greenback, dengan pelemahan terdalam sebesar 0,44% menghampiri rupiah, disusul rupee India yang turun 0,38%.
Dari pasar global, indeks dolar AS terus melanjutkan tren positif pada awal pekan ini, didukung keyakinan investor bahwa Federal Reserve tetap berada di jalur pengetatan kebijakan moneter serta ketidakpastian Brexit yang memukul pound sterling. Mata uang Paman Sam terpantau menguat 0,103 poin atau 0,11% menuju level 97,008 pada pukul 11.03 WIB.
Seperti diberitakan Reuters, dalam rapat kebijakan terbaru, The Fed telah menegaskan bahwa mereka masih dalam jalur untuk menaikkan suku bunga sebesar 25 basi poin pada bulan Desember mendatang, diikuti dengan potensi dua kali kenaikan suku bunga pada pertengahan tahun depan. Proyeksi ini dilatarbelakangi pertumbuhan ekonomi yang solid dan naiknya upah tenaga kerja.
Dukungan terhadap greenback semakin bertambah seiring dengan kondisi ekonomi dan politik akhir-akhir ini yang belum stabil. Ketegangan perdagangan AS-China masih menghantui, demikian juga dengan perlambatan ekonomi Negeri Panda, ketidakpastian kesepakatan Brexit, hingga jalan buntu negosiasi Roma dan Uni Eropa terkait rencana anggaran belanja Italia.
“Indeks dolar AS telah bergerak menguat sepanjang pekan lalu, meski sempat bergerak lebih rendah setelah pengumuman hasil pemilu jangka menengah AS,” tutur ahli strategi mata uang di Bank of Singapore, Sim Moh Siong. “Ke depan, pergerakan mata uang dunia akan dipengaruhi perkembangan sekitar anggaran Italia dan politik Brexit.”