JAKARTA – Rupiah mampu mengakhiri perdagangan Senin (1/2) di area hijau ketika inflasi bulan Januari 2021 dilaporkan melambat karena masih terdampak pandemi COVID-19 yang melemahkan permintaan. Menurut laporan Bloomberg Index pada pukul 14.59 WIB, mata uang Garuda ditutup menguat 7,5 poin atau 0,05% ke level Rp14.022,5 per dolar AS.
Sementara itu, data yang dirilis Bank Indonesia pukul 10.00 WIB tadi menempatkan kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) berada di posisi Rp14.042 per dolar AS, menguat 42 poin atau 0,29% dari transaksi sebelumnya di level Rp14.084 per dolar AS. Di saat yang bersamaan, mayoritas mata uang Asia tidak berdaya melawan greenback, dengan pelemahan terdalam sebesar 0,5% dialami yuan China.
Siang tadi, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia bulan Januari 2021 yang mencatatkan inflasi sebesar 0,26% secara bulanan. Angka ini melambat dibandingkan bulan Desember 2020 yang mencatatkan inflasi sebesar 0,45%, karena dampak COVID-19 memang belum sepenuhnya mereda.
“Memasuki tahun 2021, dampak COVID-19 memang belum mereda, masih membayangi perekonomian berbagai negara, termasuk Indonesia,” tutur Kepala BPS, Suhariyanto, dalam keterangan virtual. “Meski demikian, secara umum, perkembangan harga berbagai komoditas pada Januari 2021 ini menunjukkan adanya kenaikan.”
Menurut laporan BPS, berdasarkan kelompok pengeluaran, penyebab utama terjadinya inflasi pada bulan kemarin adalah kenaikan harga cabai rawit, ikan segar, tempe, tahu, serta tarif jalan tol. Sementara, penghambat laju inflasi antara lain disebabkan penurunan tarif angkutan udara, harga telur, harga ayam ras, dan harga bawang merah. “Dari sisi suplai, permintaan masih melemah karena pandemi,” sambung Suhariyanto.
Dari pasar global, indeks dolar AS sedikit goyah pada awal pekan, ketika perselisihan mengenai ukuran paket stimulus fiskal Presiden AS, Joe Biden, dan penundaan peluncuran vaksin membebani sentimen, memicu permintaan aset yang lebih aman. Mata uang Paman Sam terpantau melemah 0,039 poin atau 0,04% ke level 90,545 pada pukul 12.01 WIB.
“Apa yang terjadi dalam satu hari, satu minggu, atau hingga satu bulan ke depan mungkin berada di tangan sentimen risiko,” kata kepala strategi valas di National Australia Bank di Sydney, Ray Attrill, dikutip dari Reuters. “Jika kita melihat koreksi ekuitas yang lebih dalam, saya yakin bahwa dolar AS bisa menunjukkan lebih banyak kekuatan.”