JAKARTA – Rupiah mampu bangkit pada perdagangan Selasa (22/1) pagi, salah satunya didorong penguatan yang dialami harga minyak dunia. Menurut pantauan Bloomberg Index, mata uang Garuda mengawali transaksi dengan menguat 18 poin atau 0, 13% ke level Rp14.209 per dolar AS. Sebelumnya, spot ditutup melemah 49 poin atau 0,35% di posisi Rp14.227 per dolar AS pada Senin (21/1) kemarin.
“Sentimen utama yang menyebabkan rupiah melemah pada perdagangan kemarin datang dari pertumbuhan ekonomi China tahun 2018 yang hanya sebesar 6,6%. Angka ini menjadi pertumbuhan ekonomi China terendah sejak tahun 1990,” tutur head of economic & research UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, dilansir Kontan. “Hasil ini membuat mata uang Asia melemah, termasuk rupiah.”
Sementara itu, analis Monex Investindo Futures, Faisyal, menambahkan bahwa gejolak harga minyak diprediksi ikut memengaruhi pergerakan mata uang domestik. Jika harga ‘emas hitam’ tersebut kembali menurun, maka mata uang Garuda pada perdagangan hari ini berpotensi melanjutkan pelemahan. “Rupiah pada hari ini kemungkinan bergerak di kisaran Rp14.115 hingga Rp14.320 per dolar AS,” ujar Faisyal.
Tetapi, menurut data terbaru, harga minyak mentah dunia terpantau naik tipis pada perdagangan Senin atau Selasa pagi WIB, setelah investor mengabaikan data pertumbuhan ekonomi China yang melambat. Minyak mentah berjangka Brent naik 12 sen AS menuju 62,83 dolar AS per barel pada pukul 15.23 waktu London, sedangkan minyak mentah WTI naik 19 sen AS menjadi 53,99 dolar AS per barel.
Pasar saham masih naik sejauh bulan ini, yang telah memberikan investor minyak kepercayaan lebih untuk bertaruh secara agresif pada kenaikan harga minyak mentah. Para analis mengatakan, latar belakang yang lebih kuat untuk pasar keuangan dan prospek pertumbuhan produksi minyak mentah yang lebih lambat adalah pendorong utama di balik reli minyak.