JAKARTA – Umumnya, produk impor memiliki harga yang relatif lebih mahal dibandingkan produk lokal. Namun, ini tidak berlaku pada komoditas kedelai. Di pasaran dalam negeri, harga kedelai lokal justru lebih mahal dibandingkan produk luar negeri. Jika kedelai impor bisa dijual dengan harga Rp4.800 per kg, maka harga jual kedelai lokal mencapai Rp6.800 per kg.
Salah satu penyebab harga kedelai lokal lebih tinggi daripada kedelai impor adalah rendahnya produksi kedelai dalam negeri ketika kebutuhan terus meningkat. Hal tersebut lantas membuat pasokan kedelai impor menjadi deras untuk memenuhi stok. Produksi dalam negeri yang tak memadai membuat Indonesia harus mengimpor guna memenuhi kebutuhan.
“Kebutuhan konsumsi kedelai terbilang cukup tinggi, volumenya mencapai 4,4 juta ton dengan nilai Rp20 triliun,” papar Asisten Deputi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Darto Wahab, dilansir Bisnis. “Salah satu negara pemasok kedelai untuk Indonesia adalah Amerika Serikat dengan volume sekitar 3,3 juta ton.”
Namun, Darto menambahkan, pihaknya optimistis tren konsumsi kedelai lokal bisa semakin meningkat dibandingkan produk impor. Ia berpendapat bahwa petani dalam negeri telah melakukan penanaman dengan baik meski dari segi harga masih kalah saing. “Potensi budidaya kedelai lokal cukup tinggi. Sejauh ini, 72% kedelai lokal diproses dan ditanam di Pulau Jawa,” sambung Darto.
Walau harganya sudah kalah saing dibandingkan produk impor, namun angka Rp6.000 per kg di tingkat petani dirasa masih belum sesuai. Pasalnya, biaya operasional per hektar bisa menghabiskan dana Rp7 jutaan. “Kami berharap harga kedelai lokal hasil budidaya minimal berkisar Rp7.000 hingga Rp7.500 per kg. Dengan kisaran itu, sudah imbang dengan biaya yang dikeluarkan untuk tanam hingga panen,” tutur Ketua Kelompok Petani Kedelai Desa Trimulyo, Kecamatan Kayen, Pati, Sucipto.
Di sisi lain, pada 2020 ini, Kementerian Pertanian hanya menargetkan produksi kedelai sebesar 1,12 juta ton, jauh di bawah target pada 2019 yang sebanyak 2,8 juta ton. Target konservatif itu dibuat mengacu pada realisasi produksi kedelai sepanjang Januari hingga Oktober 2019 yang hanya 480.000 ton atau baru mencapai 16,4% dari target.