JAKARTA – Rupiah tidak mampu mempertahankan posisi di teritori hijau pada perdagangan Rabu (29/7) sore, ketika sebagian besar mata uang Benua Asia bergerak dalam rentang yang sempit menjelang keputusan rapat Federal Reserve. Menurut laporan Bloomberg Index pada pukul 14.55 WIB, mata uang Garuda melemah 8 poin atau 0,06% ke level Rp14.543 per dolar AS.
Sementara itu, menurut data yang dirilis Bank Indonesia pagi tadi, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) berada di posisi Rp14.570 per dolar AS, terdepresiasi 27 poin atau 0,18% dari perdagangan sebelumnya di level Rp14.543 per dolar AS. Di saat yang bersamaan, mayoritas mata uang Asia takluk melawan greenback, dengan pelemahan terdalam sebesar 0,39% dialami rupiah.
Seperti dikutip dari Bloomberg, sebagian besar mata uang Benua Kuning bergerak dalam kisaran yang sempit ketika para investor menghindari aset berisiko menjelang pengumuman hasil rapat Federal Reserve yang dijadwalkan Kamis (30/7) pagi WIB. Dengan bursa saham Wall Street mengalami penurunan, pasar ekuitas Asia pun mengalami pengurangan dorongan yang menghambat pergerakan mata uang emerging market.
Dari pasar global, indeks dolar AS mencoba bangkit dari posisi terendah dua tahun pada hari Rabu, ketika Amerika Serikat berjuang untuk menahan lonjakan kasus coronavirus, yang menghancurkan harapan untuk pemulihan ekonomi yang cepat. Mata uang Paman Sam terpantau menguat tipis 0,028 poin atau 0,03% ke level 93,724 pada pukul 12.10 WIB.
Dilansir Reuters, pelemahan greenback berasal dari persepsi yang terkikis bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan lebih kuat daripada negara-negara maju lainnya. Kepercayaan konsumen AS dilaporkan turun lebih dari yang diharapkan pada bulan Juli, ketika peningkatan infeksi COVID-19 mengurangi konsumsi. Empat negara bagian AS di selatan dan barat, kemarin (28/7) melaporkan catatan satu hari untuk kematian akibat virus corona, sedangkan kasus nasional tetap tinggi.
Investor saat ini memperhatikan setiap indikasi bahwa bank sentral AS akan meningkatkan pembelian utangnya, menerapkan imbal hasil, atau menargetkan inflasi yang lebih tinggi ketika menyimpulkan rapat p dua hari. Goldman Sachs mencatat bahwa potensi pergeseran The Fed menuju bias inflasi bersama dengan rekor tingkat utang tinggi meningkatkan kekhawatiran dolar AS akan kehilangan status sebagai mata uang cadangan. “Mengingat kekhawatiran tentang gelombang kedua infeksi, pasar berpikir Federal Reserve kemungkinan akan mengambil kebijakan dovish,” kata kepala strategi FX di Nomura Securities, Yujiro Goto.