JAKARTA – Rupiah belum bisa lepas dari jeratan zona merah ketika membuka perdagangan awal pekan (9/3) ini. Menurut laporan Bloomberg Index, mata uang Garuda mengawali transaksi dengan melemah 12 poin atau 0,08% ke level Rp14.255 per dolar AS. Sebelumnya, spot sudah ditutup terdepresiasi tajam 68 poin atau 0,48% di posisi Rp14.243 per dolar AS pada akhir pekan (6/3) kemarin.
Menurut analis pasar uang PT Bank Mandiri Tbk., Rully Arya Wisnubroto, rupiah kemungkinan bergerak turun pada perdagangan hari ini, dipengaruhi keputusan lembaga pemeringkat Moody’s yang menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini dari 4,9% menjadi 4,8% imbas wabah virus corona. Virus corona masih akan memperlambat aktivitas ekonomi, terutama pada paruh pertama tahun ini.
“Ketakutan akan penularan virus corona akan mengurangi aktivitas konsumen dan bisnis. Semakin lama waktu yang dibutuhkan rumah tangga dan bisnis melakukan aktivitas normal, semakin besar dampak ekonominya,” tutur Moody’s dalam laporan Global Macro Outlook tahun 2020. “Risiko terjadinya resesi global pun telah meningkat. Semakin lama virus corona akan memengaruhi kegiatan ekonomi, lonjakan permintaan akan terjadi dan mengarah ke resesi.”
Senada, ekonom Bank Permata, Josua Pardede, seperti dilansir Kontan, melihat persebaran virus corona yang sudah lebih dari 100 negara menjadi sentimen negatif terhadap mata uang Garuda. Namun, posisi cadangan devisa Indonesia yang relatif cukup baik dapat menahan koreksi lanjutan pada rupiah. “Kuatnya cadangan devisa Indonesia mendorong stabilitas nilai tukar rupiah untuk jangka pendek dan menengah,” ujar Josua.
Sebagai informasi, cadangan devisa Indonesia bulan Februari 2020 dilaporkan turun sebesar 1,26 miliar dolar AS menjadi 130,4 miliar dolar AS. Sebelumnya, pada bulan Januari 2020, cadangan devisa Indonesia tercatat 131,7 miliar dolar AS. Meski cadangan devisa turun, nilainya masih setara dengan pembiayaan 7,7 hingga 7,4 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah.