Jelang FOMC meeting, laju rupiah pada perdagangan awal pekan ini (13/6) rawan terkoreksi. Meski peluang kenaikan suku bunga The Fed hampir tidak mungkin, namun spekulasi pengetatan moneter awal minggu ini bisa membuat dolar AS lebih perkasa.
Seperti dilaporkan Bloomberg Index, rupiah mengawali perdagangan hari ini dengan dibuka melemah 47 poin atau 0,35% di level Rp13.341 per dolar AS. Kemudian, mata uang Garuda kembali terdepresiasi 57 poin atau 0,43% ke posisi Rp13.351 per dolar AS pada pukul 08.12 WIB. Sementara, dolar AS terpantau menguat 0,08 poin atau 0,08% ke level 94,642 pada pukul 07.10 WIB.
“Kurs rupiah memang rawan terdepresiasi jelang FOMC meeting,” papar Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta. “Dolar AS terpantau kembali menguat usai sempat tertekan akibat gagalnya data ekonomi AS mengonfirmasi ekspektasi kenaikan FFR target.”
Ditambahkan Rangga, meski peluang kenaikan suku bunga The Fed hampir tidak mungkin, namun spekulasi mengenai pengetatan moneter yang segera diperkirakan muncul lagi awal minggu ini membuat dolar AS yang lebih kuat. “Namun dalam jangka menengah, penguatan rupiah masih bisa berlanjut,” sambungnya.
“Hal tersebut juga telah dikemukakan Bank Indonesia yang memperkirakan rupiah bisa menguat Rp13.000 per dolar AS pada akhir tahun ini,” imbuh Rangga. “Selain FOMC meeting, RDG BI juga ditunggu Kamis (16/6) mendatang, dengan peluang pemangkasan BI rate yang makin meningkat seiring data ekonomi yang ada.”
Sementara itu, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra, mengatakan bahwa kans penguatan rupiah masih terbuka meski dalam rentang yang sangat sempit. “Selama belum ada hasil FOMC meeting dan RDG BI, pergerakan rupiah akan cenderung tarik-menarik dalam koridor yang sempit. Rupiah akan bergerak di kisaran Rp13.200 hingga Rp13.360 per dolar AS,” terang Putu.