JAKARTA – Rupiah harus terbenam di area merah pada perdagangan Selasa (8/12) pagi menyusul laporan terbaru yang menunjukkan cadangan devisa Indonesia kembali turun. Menurut data Bloomberg Index pukul 09.11 WIB, mata uang Garuda melemah 12,5 poin atau 0,09% ke level Rp14.117,5 per dolar AS. Sebelumnya, spot berakhir stagnan di posisi Rp14.105 per dolar AS pada Senin (7/12) sore.
Sementara itu, menurut data Refinitiv, rupiah kemarin justru mampu menjadi yang terkuat di wilayah Asia karena mata uang lainnya mayoritas terdepresiasi. Mata uang Garuda tercatat ditutup menguat tipis 0,04% ke level Rp14.080 per dolar AS. Padahal, pada awal transaksi rupiah harus dibuka melemah 0,4% di posisi Rp14.090 per dolar AS dan cenderung tertekan sepanjang hari.
Dilansir dari CNBC Indonesia, penguatan rupiah merespon kedatangan vaksin corona di Tanah Air pada Minggu (6/12) malam. Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech asal China mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Menurut kabar, akan ada 1,8 juta dosis vaksin lagi yang akan didatangkan pada awal Januari 2021 mendatang.
Walau demikian, sentimen negatif masih membayangi pergerakan rupiah, salah satunya dari jumlah kasus positif virus corona di dalam negeri yang terus meningkat. Berdasarkan data terbaru, dalam dua pekan terakhir, rata-rata kasus virus corona meningkat 1,03% per hari dibandingkan dua pekan sebelumnya yang sebesar 0,92% per hari.
Sentimen negatif lainnya datang dari jumlah cadangan devisa Indonesia pada November 2020 yang dilaporkan turun menjadi 133,6 miliar dolar AS. Penurunan ini karena dipengaruhi penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, penerimaan pajak, dan devisa migas. Selain itu, juga untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah.
“Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut masih mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” tutur Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono. “Pasalnya, angka cadangan devisa saat ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.”