Dalam peraturan mengenai Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, pegawai tetap dalam suatu perusahaan tidak hanya dikenai iuran pensiun, tetapi juga dikenai aspek pengurang penghasilan bruto lainnya yang disebut dengan istilah biaya jabatan. Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak. Lantas, berapa besaran biaya jabatan maksimal tahun 2020?
Pihak Direktorat Jenderal Pajak atau Dirjen Pajak sendiri menetapkan biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto karyawan. Penghitungan biaya jabatan tersebut diatur dengan nominal rupiah maksimal sebesar Rp500 ribu per bulan atau Rp6 juta dalam setahun. Mekanisme biaya jabatan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 250/2008 serta berlaku sama untuk semua level pegawai, mulai dari staf sampai direktur utama.
Untuk diketahui, pegawai tetap merupakan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. Dalam peraturan yang tertulis pada PPh 21, pemerintah membuka dua kelompok komponen pengurang penghasilan bruto karyawan dalam 1 tahun fiskal. Kedua komponen itu antara lain biaya jabatan atau biaya pensiun dan iuran pensiun atau iuran jaminan hari tua.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun kabarnya kini sedang mempersiapkan skema relaksasi kebijakan yang menyasar pada pajak penghasilan (PPh) pasal 21 karyawan. Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama, otoritas sedang mempertimbangkan untuk melakukan pengurangan beban PPh 21 via relaksasi komponen biaya atau pengurang. Komponen biaya jabatan menjadi salah satu yang dipertimbangkan. “Ini sedang dibahas [batasan maksimal biaya jabatan]. Nanti kita sampaikan kalau sudah diputuskan,” kata Hestu bulan Maret 2020 lalu, seperti dilansir DDTC.
Lebih lanjut Hestu menjelaskan, rencana insentif itu masih digodok oleh DJP dan juga Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang menjadi leading sector dalam perumusan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkeu. “Itu [insentif PPh 21] dibahas di Kemenkeu dengan BKF dan lainnya,” terang Hestu.