Posisi Rupiah turun ke tempat terendah sejak 6 tahun terakhir, hal ini dikarenakan adanya perbaikan ekonomi Amerika Serikat sehingga mempengaruhi permintaan pasar akan Dolar Amerika, belum lagi didukung dengan adanya sinya dari Federal Reserve yang berencana untuk kembali menaikkan suku bunga pada tahun depan (2015).
Nilai tukar rupiah turun sebanyak 0,2% sehingga ditutup pada Rp 12.299/USD, setidaknya hal inilah yang didapatkan dari data bank lokal. Sebelumnya Rupiah sempat menyentuh Rp 12.301/USD,dan hali ini menjadi level terendah sejak 3 Desember 2008.
Indeks Dolar Bloomberg mengklaim bahwa Dolar Amerika mengalami level kenaikan tertinggi sejak 2009 sehingga mengungguli 10 mata uang dominan lainnya. Hal ini semakin didukung dengan adanya kemunculan pengusaha asal Amerika Serikat yang menambahkan lebih dari 200.000 titik pekerjaan di bulan Oktober hingga November lalu.
Setidaknya beberapa mata uang asia lainnya juga mengalami kemerosotan lebih parah dari Rupiah, yaitu Won Korea Selatan, Dolar Taiwan dan Ringgit Malaysia. “Rupiah saat ini sedang susul-menyusul dengan mata uang regional asia lainnya, hanya saja mata uang lainnya telah bergerak lebih rendah terhadap perputaran Dolar (Amerika),” kata Irene Cheung, analis valuta asing di Australia & New Zealand Banking Group Ltd di Singapura. “Pasar sedang menunggu pengumuman reformasi lebih lanjut setelah revisi harga bahan bakar subsidi dan beberapa hal yang belum jelas.”
Diketahui sebelumnya bahwa Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar bersubsidi pada 17 November 2014 lalu, yang memicu terjadinya inflasi ke level tertinggi dalam 5 bulan terakhir. Indeks manufaktur Indonesia juga diketahui jatuh ke rekor terendah pada bulan November lalu, guna meredam prospek pertumbuhan ekonomi yang diperluas pada kuartal terakhir oleh laju paling lambat sejak 2009.