Pasangan yang telah menikah dan mendambakan anak biasanya akan segera melakukan tes sperma dan serangkaian tes lainnya untuk mengetahui kesuburan pihak laki-laki maupun perempuan. Namun dewasa ini juga banyak calon pengantin yang melakukan analisis sperma pranikah untuk mengetahui tingkat kesuburannya.
“Beberapa dokter yang saya temui menyarankan tidak perlu screening pranikah semacam ini, sebab kurang etis. Meski beberapa layanan kesehatan bersikeras mempromosikannya,” ujar salah satu pasien bernama Andre.
Selama ini tes sperma sebelum menikah memang masih menjadi kontroversi. Menurut spesialis urologi RSU Bunda Jakarta, Dr Sigit Solichin SpU, screening pranikah berupa tes sederhana seperti pemeriksaan darah dan sebagainya memang boleh-boleh saja dilakukan. Akan tetapi pemeriksaan seperti analisis sperma menurutnya kurang dianjurkan karena bisa menyebabkan beban psikis pada sang pria.
Tes analisis sperma dilakukan untuk mengetahui kualitas sperma dan berbagai gangguan yang mungkin dialami pria. Menurut WHO jumlah minimal sperma yang dianggap subur adalah sekitar 15 juta mm semen. Tes sperma membutuhkan sampel sperma dari seorang pria untuk dianalisis lebih lanjut. “Tapi di Indonesia tes seperti ini masih mengundang kontroversi. Saya pribadi pun kurang menyarankan melakukan tes ini jika belum menikah,” ungkap Dr Sigit.
Biaya melakukan tes sperma di Indonesia pun sangat bervariasi. Di Laboratorium Gunung Sahari biayanya sekitar Rp 100 ribuan, di RS Evasari sekitar Rp 250 ribuan, Medilab Cempaka Putih Rp 65 ribu, Prodia Cideng Rp 263 ribuan, sedangkan di CITO biayanya berkisar Rp 150 ribu.