JAKARTA – Rupiah harus berbalik ke zona merah pada perdagangan Selasa (26/1) pagi ketika hubungan AS dan China dikabarkan kembali memanas. Menurut laporan Bloomberg Index pukul 09.04 WIB, mata uang Garuda melemah 32,5 poin atau 0,23% ke level Rp14.055 per dolar AS. Sebelumnya, spot sempat ditutup menguat 12,5 poin atau 0,09% di posisi Rp14.022,5 per dolar AS pada Senin (25/1) kemarin.
“Sentimen positif penguatan nilai rupiah berasal dari kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan. Hal tersebut membuat imbal hasil pada instrumen keuangan seperti surat utang pemerintah masih cukup kompetitif,” tutur ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, seperti dilansir dari Bisnis. “Kebijakan ini kemudian membuat investor tetap bertahan di Indonesia.”
Namun, untuk transaksi hari ini, Yusuf menilai bahwa nilai tukar rupiah berpotensi mengalami pelemahan. Hal ini dipengaruhi meningkatnya tensi hubungan antara AS dan China setelah Negeri Paman Sam mengirim kapal perang ke Laut China Selatan. Selain itu, peningkatan kasus virus corona di dalam negeri juga bisa menjadi sentimen negatif bagi mata uang Garuda.
Seperti diketahui, meski Donald Trump sudah lengser, kebijakan luar negeri AS terhadap China agaknya masih tetap sama. Pada akhir pekan kemarin, kelompok kapal induk AS yang dipimpin USS Theodore Roosevelt telah memasuki Laut China Selatan yang disengketakan. Kedatangan militer ini untuk melakukan operasi rutin guna memastikan ‘kebebasan laut’ dan ‘kemitraan keamanan maritim’.
Sebelumnya, China mengklaim 80% Laut China Selatan melalui konsep ‘sembilan garis putus-putus’. Ini membuat Negeri Tirai Bambu kerap berseteru dengan sejumlah negara ASEAN, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Vietnam, termasuk Taiwan. Hal tersebut sempat membuat berang Trump, yang kemudian mengirim kapal ke kawasan serta menerapkan sanksi ke sejumlah perusahaan yang terkait dengan aktivitas militer China.
Analisis CNBC Indonesia pun mengatakan bahwa rupiah kemungkinan besar mengalami pelemahan pada transaksi hari ini. Pasalnya, tanda-tanda depresiasi rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF). Pasar NDF seringkali memengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot, dan karena itu kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.